Rabu, 15 Februari 2023

Bagaimanakah Seharusnya Kita Menyambut Ramadhan?

0 komentar

 

Bulan Ramadhan sudah di depan mata apa yang harus kita siapkan ?


Pertanyaan: Apa saja cara-cara yang benar untuk menyambut bulan yang mulia ini?

Seorang muslim seharusnya tidak lalai terhadap momen-momen untuk beribadah, bahkan seharusnya ia termasuk orang yang berlomba-lomba dan bersaing (untuk mendapatkan kebaikan) di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ )المطففين : 26)

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berloma-lomba.” (QS. Al-Muthaffifiin:26)

 

Maka bersemangatlah wahai saudara-saudara muslim dalam menyambut Ramadhan dengan cara-cara yang benar sebagaimana berikut ini:

1. Berdo’a agar Allah mempertemukan dengan bulan Ramadhan dalam keadaan sehat dan kuat, serta dalam keadaan bersemangat beribadah kepada Allah, seperti ibadah puasa, sholat dan dzikir.

Telah diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa dia berkata, adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, beliau berdoa,

اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta pertemukanlah kami dengan Ramadhan.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani).

Catatan: Syaikh Al-Albani rahimahullah mendhaifkan hadits ini dalam kitab Dha’if al-Jaami‘ (4395) dan tidak mengomentarinya dalam kitab Al-Misykaah.

Demikian juga generasi terbaik terdahulu (as-salaf ash-shalih) berdoa agar Allah menyampaikan mereka pada bulan Ramadhan dan menerima amal-amal mereka.

Maka apabila telah tampak hilal bulan Ramadhan, berdoalah pada Allah:

الله أكبر اللهم أهله علينا بالأمن والإيمان والسلامة والإسلام , والتوفيق لما تحب وترضى ربي وربك الله

“Allah Maha Besar, ya Allah terbitkanlah bulan sabit itu untuk kami dengan aman dan dalam keimanan, dengan penuh keselamatan dan dalam keislaman, dengan taufik agar kami melakukan yang disukai dan diridhai oleh Rabbku dan Rabbmu, yaitu Allah.” (HR. At-Tirmidzi dan Ad-Darimi, dishahihkan oleh Ibnu Hayyan)

 

2. Bersyukur pada Allah dan memuji-Nya atas dipertemukannya dengan bulan Ramadhan.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Adzkaar,

“Ketahuilah, dianjurkan bagi siapa saja yang mendapatkan suatu nikmat atau dihindarkan dari kemurkaan Allah, untuk bersujud syukur kepada Allah Ta’ala, atau memuji Allah (sesuai dengan apa yg telah diberikan-Nya).”

Dan sesungguhnya di antara nikmat yang paling besar dari Allah atas seorang hamba adalah taufiq untuk melaksanakan ketaatan. Selain dipertemukan dengan bulan Ramadhan, nikmat agung lainnya adalah berupa kesehatan yang baik. Maka ini pun menuntut untuk bersyukur dan memuji Allah Sang Pemberi Nikmat lagi Pemberi Keutamaan dengan nikmat tersebut. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak dan pantas bagi keagungan Wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya.

 

3. Bergembira dan berbahagia dengan datangnya bulan Ramadhan.

Telah ada contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau dahulu memberi berita gembira pada para sahabatnya dengan kedatangan Ramadhan. Beliau bersabda,

جاءكم شهر رمضان, شهر رمضان شهر مبارك كتب الله عليكم صيامه فيه تفتح أبواب الجنان وتغلق فيه أبواب الجحيم… الحديث

“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan Ramadhan bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berpuasa didalamnya. Pada bulan itu dibukakan pintu-pintu surga serta ditutup pintu-pintu neraka….” (HR. Ahmad)

Dan sungguh demikian pula as-salaf ash-shalih dari kalangan sahabat dan tabi’in, mereka sangat perhatian dengan bulan Ramadhan dan bergembira dengan kedatangannya. Maka kebahagiaan manakah yang lebih agung dibandingkan dengan berita dekatnya bulan Ramadhan, moment untuk melakukan kebaikan serta diturunkannya rahmat?

 

4. Bertekad serta membuat program agar memperoleh kebaikan yang banyak di bulan Ramadhan.

Kebanyakan dari manusia, bahkan dari kalangan yang berkomitmen untuk agama ini (beragama Islam), membuat program yang sangat serius untuk urusan dunia mereka, akan tetapi sangat sedikit dari mereka yang membuat program sedemikian bagusnya untuk urusan akhirat. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran terhadap tugas seorang mu’min dalam hidup ini, dan lupa atau bahkan melupakan bahwa seorang muslim memiliki kesempatan yang banyak untuk dekat dengan Allah untuk mendidik jiwanya sehingga ia bisa lebih kokoh dalam ibadah.

Di antara program akhirat adalah program menyibukkan diri di bulan Ramadhan dengan ketaatan dan ibadah. Seharusnya seorang muslim membuat rencana-rencana amal yang akan dikerjakan pada siang dan malam Ramadhan. Dan tulisan yang anda baca ini, membantu anda untuk meraih pahala Ramadhan melalui ketaatan pada-Nya, dengan ijin Allah Ta’ala.

 

5. Bertekad dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh pahala di bulan Ramadhan serta menyusun waktunya (membuat jadwal) untuk beramal shalih.

Barangsiapa yang menepati janjinya pada Allah maka Allah pun akan menepati janji-Nya serta menolongnya untuk taat dan memudahkan baginya jalan kebaikan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ )محمد : 21(

“Maka seandainya mereka benar-benar beriman pada Allah, maka sungguh itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad:21)

 

6. Berbekal ilmu dan pemahaman terhadap hukum-hukum di bulan Ramadhan.

Wajib atas seorang yang beriman untuk beribadah kepada Allah dilandasi dengan ilmu, dan tidak ada alasan untuk tidak mengetahui kewajiban-kewajiban yang diwajibkan Allah atas hamba-hamba-Nya. Di antara kewajiban itu adalah puasa di bulan Ramadhan. Sudah sepantasnya bagi seorang muslim belajar untuk mengetahui perkara-perkara puasa serta hukum-hukumnya sebelum ia melaksanakannya (sebelum datang bulan Ramadhan), agar puasanya sah dan diterima Allah Ta’ala.

فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ) الأنبياء :7(

“Maka bertanyalah pada orang-orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’:7)

7. Wajib pula bertekad untuk meninggalkan dosa-dosa dan kejelekan, serta bertaubat dengan sungguh-sungguh dari seluruh dosa, berhenti melakukannya serta tidak mengulanginya lagi.

Karena bulan Ramadhan adalah bulan taubat. Barangsiapa yang tidak bertaubat di dalamnya, maka kapankah lagi ia akan bertaubat? Allah Ta’ala berfirman,

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ) النور : 31(

“Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung.” (QS. An-Nur: 31)

 

8. Mempersiapkan jasmani dan rohani dengan membaca dan menelaah buku-buku serta tulisan-tulisan, serta mendengarkan ceramah-ceramah islamiyah yang menjelaskan tentang puasa dan hukum-hukumnya, agar jiwa siap untuk melaksanakan ketaatan di bulan Ramadhan.

Demikian pulalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan jiwa-jiwa para sahabat untuk memanfaatkan bulan ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat bersabda pada akhir bulan Sya’ban,

جاءكم شهر رمضان … إلخ الحديث

“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan…(sampai akhir hadits).” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i).[1]

9. Mempersiapkan dengan baik untuk berdakwah kepada Allah Ta’ala di bulan Ramadhan, melalui:

Menghadiri pertemuan-pertemuan serta bimbingan-bimbingan dan menyimaknya dengan baik agar dapat disampaikan di masjid di daerah tempat tinggal. Menyebarkan buku-buku kecil, tulisan-tulisan serta nasehat-nasehat tentang hukum yang berkaitan dengan Ramadhan kepada orang-orang yang shalat serta masyarakat sekitar.

Menyiapkan “hadiah Ramadhan” sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Hadiah tersebut dapat berupa paket yang didalamnya terdapat kaset-kaset dan buku kecil, yang kemudian pada paket tersebut dituliskan “hadiah Ramadhan”. Memuliakan fakir dan miskin dengan memberi sedekah serta zakat untuk mereka.

10.Menyambut Ramadhan dengan membuka lembaran putih yang baru, yang akan diisi dengan:

Taubat sebenar-benarnya kepada Allah Ta’ala. Ta’at pada perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meninggalkan apa yang dilarangnya.

Berbuat baik kepada kedua orang tua, kerabat, saudara, istri atau suami serta anak-anak. Berbuat baik kepada masyarakat sekitar agar menjadi hamba yang shalih serta bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أفضل الناس أنفعهم للناس

“Seutama-utama manuia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”[2]

Demikianlah seharusnya seorang muslim menyambut Ramadhan, seperti tanah kering yang menyambut hujan, seperti si sakit yang membutuhkan dokter untuk mengobatinya dan seperti seseorang yang menanti kekasihnya.

“Ya Allah pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan dan terimalah amalan kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

***

Khalid bin ‘Abdirrahman ad-Durwaisy

Sumber: http://saaid.net/mktarat/ramadan/22.htm


[1] Hal ini disebutkan dalam Lathoif Al Ma’arif (kitab karya Ibnu Rajab Al-Hambali-ed).
[2] Dalam lafadz lain disebutkan,

أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس

“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (Hadits shahih dishahihkan Syaikh Al-Bani dalam Al-Hadits Ash-Shahihah No.906 -red)

Penerjemah: Ummu Ahmad Juwita Laila Ramadhan
Murojaah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslimah.or.id



© 2023 muslimah.or.id
Sumber: https://muslimah.or.id/1003-menyambut-bulan-suci-ramadhan.html

 

Read more...

Bergembira Menyambut Ramadhan, Salah Satu Wujud Keimanan

0 komentar



Salah satu tanda keimanan adalah seorang muslim bergembira menyambut Ramadhan. Ibarat akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, maka ia persiapkan segalanya dan tentu hati menjadi sangat senang tamu Ramadhan akan datang. Tentu lebih senang lagi jika ia menjumpai Ramadhan.

Hendaknya seorang muslim khawatir akan dirinya jika tidak ada perasaan gembira akan datangnya Ramadhan. Ia merasa biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Bisa jadi ia terluput dari kebaikan yang banyak. Karena ini adalah karunia dari Allah dan seorang muslim harus bergembira.

Allah berfirman,

ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ

“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Yunus [10]: 58).

Lihat bagaimana para ulama dan orang shalih sangat merindukan dan berbahagia jika Ramadhan akan datang. Ibnu Rajab Al-Hambali berkata,

ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒُ : ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳُﺒَﻠِّﻐَﻬُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻧَﺎﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ

“Sebagian salaf berkata, ‘Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal shalih di Ramadhan yang lalu) mereka.” (Latha’if Al-Ma’arif hal. 232)

Kenapa Harus Bergembira Menyambut Ramadhan?

Kegembiraan tersebut adalah karena banyaknya kemuliaan, berkah, dan keutamaan pada bulan Ramadhan. Beribadah semakin nikmat dan lezatnya bermunajat kepada Allah

Kabar gembira mengenai datangnya Ramadhan sebagaimana dalam hadits berikut.

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/385). Dinilai shahih oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad (8991))

Ulama menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan kita harus bergembira dengan datangnya Ramadhan.

Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan,

ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﺸﺎﺭﺓ ﻟﻌﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﺑﻘﺪﻭﻡ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﺧﺒﺮ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﺑﻘﺪﻭﻣﻪ ، ﻭﻟﻴﺲ ﻫﺬﺍ ﺇﺧﺒﺎﺭﺍً ﻣﺠﺮﺩﺍً ، ﺑﻞ ﻣﻌﻨﺎﻩ : ﺑﺸﺎﺭﺗﻬﻢ ﺑﻤﻮﺳﻢ ﻋﻈﻴﻢ

‏( ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ .. ﻟﻠﻔﻮﺯﺍﻥ ﺹ 13 ‏)

ﺃﺗﻰ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻔﺘﺢ ﻓﻴﻪ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺔ ، ﻭ

“Hadits ini adalah kabar gembira bagi hamba Allah yanh shalih dengan datangnya Ramadhan. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi kabar kepada para sahabatnya radhiallahu ‘anhum mengenai datangnya Ramadhan. Ini bukan sekedar kabar semata, tetapi maknanya adalah bergembira dengan datangnya momen yang agung.” (Ahaditsus Shiyam hal. 13)

Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan,

ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻔﺘﺢ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺬﻧﺐ ﺑﻐﻠﻖ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻨﻴﺮﺍﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺑﻮﻗﺖ ﻳﻐﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺸﺒﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺯﻣﺎﻥ

“Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga. Tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadhan). (Latha’if Al-Ma’arif hlm. 148)

Catatan: Hadits Dhaif Terkait Kegembiraan Menyambut Ramadhan

Ada hadits yang menyebutkan tentang bergembira menyambut Ramadhan, akan tetapi haditsnya oleh sebagian ulama dinilai dhaif bahkan maudhu’ (palsu)

ﻣَﻦْ ﻓَﺮِﺡَ ﺑِﺪُﺧُﻮﻝِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟَﺴَﺪَﻩُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﻨِّﻴْﺮَﺍﻥِ

“Barangsiapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka. (Nash riwayat ini disebutkan di kitab Durrat An-Nasihin)

Setelah dimulai dengan perasaan gembira menyambut Ramadhan, tahap selanjutnya adalah persiapan menyambut Ramadhan agar Ramadhan yang kita jalankan bisa maksimal.

Demikian semoga bermanfaat

@Yogyakarta Tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id



© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/29974-muslim-harus-bergembira-menyambut-ramadhan.html

Read more...

Jumat, 14 April 2017

Persiapan Menghadapi Ramadhan 2017

0 komentar
Persiapan Menghadapi 

Hasil gambar untuk persiapan ramadhan 2017

Persiapan Menghadapi Ramadhan Tidak lama lagi kita akan kedatangan  tamu yang mulia lagi terhormat, bulan Ramadhan yang senantiasa dirindukan kedatangannya dan disayangkan kepergiannya.

 Bulan yang datang dengan berjuta berkah dan magfirah yang akan membersihkan noda-noda dalam jiwa sang pendosa. Ramadhan adalah kekasih hati, ia bagaikan darah segar yang membangkitkan kembali semangat yang mulai mengendor,ia ibarat oase di tengah padang sahara pelepas dahaga bagi sang pengembara di bawah teriknya sang mentari. Hanya orang fasik dan zhalim yang mengabaikan kehadiran bulan Ramadhan,bahkan mereka mencela,membenci, dan menganggapnya sebagai penjara jiwa yang mengekang hawa nafsu yang senentiasa diperturutkannya.

 Namun demikian kita tetap bersyukur, masih banyak kaum muslimin yang melaksanakan puasa, meski harus kita akui dengan jujur bahwa masih banyak pula diantara mereka yang menyambut dan mengisi hari-harinya di bulan Ramadhan dengan penyimpangan-penyimpangan dari apa yang disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, diantaranya ada yang menyambutnya dengan pesta, pawai-pawai, bahkan di-antara mereka ada yang mempersiapkan acara begadang yang diisi dengan hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan menjurus kepada kemaksiatan. Sehingga benarlah apa yang disinyalir oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sabda beliau : 

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ “

Betapa banyak orang yang berpuasa bagian yang ia dapatkan (hanyalah) lapar dan dahaga” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah) Oleh karena itu sebagai seorang muslim hendaklah mengetahui hal-hal yang perlu dilakukan di dalam menyambut bulan suci Ramadhan serta amalan-amalan yang disyariatkan oleh Allah  dan Rasul-Nya. Bagaimana Kita Menyambut Bulan Ramadhan.

 1. Memperbanyak do’a kepada Allah Adalah merupakan kebiasaan bagi para generasi yang shalih pendahulu kita dengan memperbanyak do’a sebelum masuknya bulan Ramad-han, sehingga diriwayatkan diantara me-reka ada yang memohon kepada Allah  agar dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan sejak 6 bulan sebelumnya. Mereka juga memohon kepada Allah  agar diberikan kekuatan dan pertolongan di dalam melaksanakan ibadah-ibadah di dalamnya seperti puasa, qiyamul lail, sedekah dan sebagainya.

 2. Bersuci dan membersihkan diri Yaitu kebersihan yang bersifat mak-nawi seperti taubat nasuha dari segala dosa dan maksiat.

 Pantaskah kita me-nyambut tamu yang agung dan mulia dengan keadaan yang kotor?, Pantaskah kita menyambut bulan Ramadhan yang dicintai oleh Allah  dan Rasul-Nya dengan gelimangan dosa?, Bagaimana kita ber-puasa sedangkan shalat masih sering kita lalaikan ? yang mana meninggalkannya merupakan sebuah kekufuran. Bagaima-na kita menahan diri dari segala yang mubah (makan dan minum) kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram ? yang merupakan hasil riba, suap dan harta haram lainnya. Bagaimana kita ber-harap puasa kita dapat diterima sedang-kan kita dalam keadaan seperti ini. Renungilah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ “Barangsiapa yang tidak meninggal-kan perkataan dusta dan beramal dengannya maka tidak ada bagi Allah  kepentingan terhadap puasa (yang sekedar meninggalkan makan dan minum)” (HR. Bukhari) Oleh karena itu sebelum pintu taubat tertutup, sebelum matahai terbit dari sebelah barat, sebelum nyawa sampai di tenggorokan maka bersegeralah bertau-bat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya…” (QS. At Tahrim:8) 

3. Mempersiapkan jiwa Yaitu dengan memperbanyak amal-amal shalih pada bulan Sya’ban karena pada bulan ini bulan diangkatnya amalan-amalan pada Allah. Sebagaimana hadits Usamah bin Zaid yang diriwa-yatkan oleh Imam An Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah yang dihasankan oleh Syaikh Al Albani bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpuasa sepanjang bulan Sya’ban atau beliau memperbanyak puasa di dalamnya kecuali hanya beberapa hari saja beliau tidak melakukannya.

 4. Bertafaqquh (mempelajari) hukum-hukum puasa dan mengenal petunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam sebelum memasuki puasa seperti mempelajari syarat-syarat diterimanya puasa, hal-hal yang mem-batalkannya, hukum berpuasa di hari syak (meragukan), perbuatan-perbuatan yang dibolehkan dan dilarang bagi yang berpuasa, adab-adab dan sunnah-sunnah berpuasa, hukum-hukum shalat tarawih, hukum-hukum yang berkaitan dengan orang yang memiliki udzur seperti me-ngadakan perjalanan, sakit, hukum-hukum yang berkaitan dengan zakat fitri dan lain-lain. Maka hendaknya kita ber-ilmu sebelum memahami dan mengamal-kannya. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala : “Maka ketahuilah, bahwa sesungguh-nya tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan termpat tinggalmu” (QS. Muhammad :19) Didalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala mendahu-lukan perintah berilmu sebelum berkata dan berbuat.

 5. Mengatur sebaik-baiknya program di bulan Ramadhan. Bila seorang tamu yang agung datang berkunjung ke rumah kita kemudian kita menyambutnya dengan baik tentu kita akan mendapatkan pujian serta balasan dari tamu tersebut, begitu pula dengan bulan Ramadhan yang datang dengan membawa berbagai macam keutamaan. Jika kita menyambutnya dengan persia-pan serta program-program untuk tamu agung ini tentu kita akan mendapatkan keutamaan-keutamaan tersebut. Maka dari itu hendaklah kita mengisi bulan suci ini dengan memperbanyak iba-dah shalat sunnat, membaca Al Qur’an, memperbanyak tasbih, tahmid, takbir dan istighfar dan lebih peduli kepada nasib orang fakir dan miskin, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahmi, memuliakan tamu, men-jenguk orang sakit dan ibadah-ibadah lain yang semisal dengan itu guna meraih gelaran mulia dari Allah, yaitu “Taqwa” dimana ia merupakan simbol sejati bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa mengikhlaskan hati dan memurnikan iman yang terpatri lewat amalan ibadah yang relevan dengan hukum syar’i.

 Keutamaan Puasa Ramadhan Berpuasa di bulan Ramadhan selain ia suatu kewajiban individu bagi yang memenuhi syarat, namun ia juga me-nyimpan banyak keutamaan di balik semua itu, diantaranya : 

1. Puasa adalah rahasia antara hamba dengan Tuhannya. Dan Allah-lah yang akan memberikan balasannya. Dalam hadits qudsi Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

 “Tidaklah seorang anak Adam mela-kukan suatu amalan kebaikan, kecuali akan dituliskan baginya sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat (pahala) kebaikan.

 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Kecuali puasa maka sungguh puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang me-nentukan ganjaran (pahala)nya” (HR. An Nasaa’i) Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Dikatakan (bahwasanya Allah sendiri yang akan memberikan pahala orang berpuasa) karena puasa adalah bentuk ibadah yang tersembunyi yang jauh dari perbuatan riya’, hal ini berbeda dengan ibadah shalat, hajji, berjihad, shadaqah dan amalan-amalan ibadah yang zhahir (tampak) lainnya” (Lihat Syarh Shahih Muslim 8:271) 

2. Bagi orang-orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembira-an, kegembiraan ketika ia berbuka dan kegembiraan ketika ia menemui Rabb-nya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

   مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ “
Bagi orang yang berpuasa dua kegembiraan, kegembiraan ketika ia berbuka serta kegembiraan ketika ia menemui Rabbnya” (HR. Bukhari dan Muslim) 

3. Pengampunan dosa Seorang hamba yang berpuasa dan melakukan amal ibadah lainnya karena iman dan mengharap ridha Allah maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diam-puni oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullahshallallahu alaihi wasallam bersabda :

 مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “

Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, diampuni dosa-dosa nya yang telah lalu” (HR. Bukhari dan Muslim) 

4. Bau mulut orang  yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada aroma misk (minyak wangi). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : 

لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ “

Dan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada aroma misk (minyak wangi)” (HR. Bukhari dan Muslim) 

5. Terdapat waktu yang mustajab. 

Bagi yang berpuasa ada waktu, yang mana apabila ia berdo’a pada waktu tersebut, maka do’a itu tidak tertolak, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : 

“Sesungguhnya orang-orang yang ber-puasa pada saat berbuka mempunyai waktu dimana do’anya tidak tertolak” (HR. Ibnu Majah) 

Ya Allah kami rindu dengan bulan Ramadhan, maka pertemukanlah kami dengannya dan berilah kami kekuatan untuk beribadah didalamnya sebagai-mana yang Engkau cintai dan ridhai.(Al Fikrah) -Harman Tajang –

Sumber Dari -> http://wahdah.or.id/persiapan-menghadapi-ramadhan-95/ .
Read more...

Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan 2017

0 komentar

Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan 2017


puasa, ramadhan, 2017,shiyam
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Di bulan Ramadhan inilah akan dilipatgandakan segala amal kebaikan, bulan penuh dengan ibadah, di buka pintu-pintu surga dan di tutup pintu-pintu neraka.

Oleh sebab itu, bulan Ramadhan adalah  kesempatan emas yang sangat  berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan ingin meraih ridha-Nya.

Karena keutamaan bulan suci Ramadhan inilah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum akan kedatangan bulan yang penuh berkah ini.

Pada zaman dahulu, para ulama-ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan, berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar mereka bisa sampai pada bulan yang penuh kemuliaan ini, karena bulan Ramadhan ini merupakan anugerah yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Alah Ta’ala.
Maka hendaknya seorang muslim mengambil suri  tauladan dari para ulama salaf dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, dengan berdoa dengan sungguh-sungguh dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari Allah SWT.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika akan buka puasa. Juga bukan dengan menyaksikan aneka program acara Televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala dari pada manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik mungkin, yaitu dengan hati yang penuh ikhlas dan praktik ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah SAW. Karena balasan kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh yang dikerjakan manusia, sempurna atau tidaknya, semua itu tergantung bagaimana kesempurnaan atau kurangnya keikhlasannya dan jauh atau dekatnya praktek amal tersebut dari petunjuk Nabi SAW.
Menyambut bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan datang, setidak-tidaknya berikut ini yang bisa kita lakukan:
  • Bersuka cita, bergembira dan senang. Karena Ramadhan adalah karunia Allah atas hamba-hamba-Nya.
  • Bertekad untuk mengisi bulan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya. Karena bisa jadi bulan Ramdhan ini adalah yang terakhir bagi kita.
  • Bertawakal dan ber-isti’anah kepada Allah. Karena tidak sekejap mata pun kebaikan akan dapat kita lakukan tanpa taufiq dan pertolongan dari-Nya.
  • Bertobat kepada Allah atas segala dosa. Karena ibadah dan amal shaleh hanya mampu dikerjakan dengan hati yang bersih, dan dosa membuat hati menjadi kotor, serta jiwa menjadi lemah.
  • Mulai membiasakan puasa dan ibadah yang lainnya dari sejak sekarang. Karena manusia sangat dipengaruhi kebiasaan.
  • Mempelajari kembali ilmu yang berkaitan dengan ibadah puasa. Dan ini setidaknya mencakup empat ilmu:

Fadha`ilus-Shiyaam (keutamaan puasa), agar kita memiliki motivasi yang kuat dalam menunaikan ibadah puasa.
Hikamush-Shiyaam (hikmah puasa), agar kita mengerti maksud Allah dalam mensyariatkan ibadah puasa.
Ahkaamush-Shiyaam (hukum-hukum puasa), agar kita faham sah atau tidaknya ibadah puasa kita. 
Aadaabush-Shiyaam (etika puasa), agar pahala puasa kita tidak hilang atau berkurang, dan agar kita semakin dapat memaksimalkan raihan pahala di bulan Ramadhan.
http://panduan-puasa-ramadhan.blogspot.co.id/2017/04/persiapan-menyambut-bulan-ramadhan-2017.html

Read more...

Kamis, 08 September 2016

Menyambut Idul Adha 1437 H.

0 komentar

MENYAMBUT HARI RAYA IDUL ADHA (IDUL QURBAN)

JIC–Setiap tahun umat Islam di seluruh dunia merayakan dua Hari Raya Islam, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Hari Raya Idul Fitri dirayakan umat Islam pada setiap tanggal 1 Syawwal sesudah mereka melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, sedangkan Hari Raya Idul Adha dirayakan umat Islam setiap tanggal 10 Dzulhijjah sesudah para jamaah haji wukuf di Padang Arafah dan melaksanakan rangkaian prosesi ibadah hajinya. Hari Raya Idul Adha disebut juga dengan Hari Raya Qurban atau Yaum al-Nahr, karena pada hari itu dan tiga hari sesudahnya –tanggal 11 s.d. 13 Dzulhijjah (hari Tasyriq)— umat Islam disunnahkan menyembelih hewan qurban untuk dibagi-bagikan kepada kaum fakir miskin. Di samping itu juga dinamakan Hari Raya (lebaran) Haji, karena pada waktu itu umat Islam dari seluruh penjuru dunia melaksanakan prosesi ibadah haji.
Untuk menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha, umat Islam disunnahkan melakukan hal-hal sebagai berikut
1.    Puasa Arafah
Puasa ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, ketika jamaah haji sedang berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan Wukuf yang merupakan rukun haji yang paling inti. Bagi kaum muslimin yang sedang melaksanakan ibadah haji, tidak disunnahkan puasa ini, karena mereka mempunyai kewajiban untuk wuquf di Padang Arafah dan kewajiban-kewajiban lain yang memerlukan energi. Oleh karena itu, puasa Arafah hanya disunnahkan bagi kaum muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Adapun tatacara pelaksanaan puasa Arafah adalah sama dengan puasa Ramadhan. Yakni didahului dengan niat dan menghindarkan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar (menjelang waktu subuh) hingga terbenamnya matahari. Niat puasa Arafah adalah: “Saya niat menjalankan ibadah puasa pada hari Arafah semata-mata karena mengharap ridha Allah swt”.
Puasa Arafah sangat besar pahalanya, karena dapat menghapus dosa-dosa selama setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Sebagaimana dijelaskan oleh hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan imam Muslim dari Abi Qatadah:
2.    Memperbanyak mengumandangkan Takbir
Sejak malam hari raya Idul Adha hingga sore hari tanggal 13 Dzulhijjah, seluruh umat Islam disunnahkan mensyiarkan agamanya dengan memperbanyak mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid sebagai berikut:
أَللهُ أَكْبَرْ – أَللهُ أَكْبَرْ – أَللهُ أَكْبَرْ – اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً, لاَ اِلَهَ اِلاَّاللهُ وَلاَ نَعْبُدُ اِلاًَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ, لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ , لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ, اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلًَّهِ الْحَمْدُ.
 “Allah Maha Besar 3x tiada Tuhan selain Allah Dzat Yang Maha Besar dan segala puji bagi-Nya. Allah Maha Besar segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan sore. Tiada Tuhan selain Yang Maha Esa, yang benar janji-Nya dalam menolong hamba-Nya, memenangkan pasukan perang-Nya serta mengalahkan musuh-musuh-Nya. Tiada Tuhan selain Allah Dzat satu-satunya yang kami sembah meskipun orang-orang kafir membenci. Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Besar Yang Memiliki segala puji”.
 3.    Melaksanakan shalat Idul Adha
Seluruh umat Islam, pria dan wanita, baik yang sedang dalam perjalanan (musafir) maupun berada di rumah (muqim), sangat disunnahkan (sunnah mu’akkadah) melaksanakan shalat Idul Adha. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Ummi Athiyyah :
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ
 “Ummu ‘Athiyah berkata: Kami diperintahkan Rasulullah SAW untuk mengerahkan mereka (putri-putri remaja, dewasa dan yang sedang haidl) keluar ke tempat pelaksanaan Shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun wanita yang sedang haidl maka mereka menjauhi tempat shalat, menyaksikan kebaikan dan dakwah kepada ummat Islam  (HR. Bukhori – Muslim).
Shalat ‘Idul Adha adalah shalat sunnat dua rakaat yang dikerjakan pada pagi hari tanggal 10 Dzul Hijjah sebagai tanda syukur atas pelaksanaan ibadah haji oleh para jama’ah haji yang telah melaksanakan serangkaian prosesi ibadah haji sebagai rukun Islam kelima.

Adapun tata cara shalat ‘Idul Adha adalah sama dengan tata cara shalat yang lain, hanya saja mempunyai beberapa kekhususan sebagai berikut :
  1. Shalat Idul Adha dilaksanakan pada pagi hari sesudah terbtnya mataharfi hingga sebelum tiba waktu dhuhur.
  1. Shalat Idul Adha dilaksanakan sebelum imam (khatib) menyampaikan khutbah.
Sebelum shalat, tidak didahului dengan adzan dan iqamat, tetapi bilal mengumandangkan kalimat :

صَلُّوْا سُنَّةً لِعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ جَمَاعَةً رَحِمَكُمُ اللهُ
“Kerjakanlah shalat ‘idul adha dua rakaat dengan berjamaah. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian”.

Atau kalimat :
اَلصَّلاَةَ جَامِعَةً
“Kejakanlah shalat dengan berjama’ah”

d. Niat Shalat ‘Idul Adha adalah sebagai berikut :
أُصَلِّيْ  سُنَّةً لِعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا (إِمَامًا)  لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat melaksanakan shalat sunnah ‘idul adha dua rakaat menjadi makmum (imam) semata-mata karena Allah Ta’ala”
Sebagian Ulama' mengatakan niat itu adalah pekerjaan hati, jadi niatnya cukup dalam hati tidak usah diucapkan dengan kata-kata


e. Pada rakaat pertama, sesudah takbiratul ihram dan membaca do’a iftitah,disunnahkan takbir lagi  sebanyak 7 kali. Sedangkan pada rakaat kedua sesudahtakbiratul qiyam, disunnahkan takbir lagi sebanyak 5 kali. Di antara takbir-takbir tersebut disunnahkan membaca :

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ولاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ واَللهُ أَكْبَرُ
“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah,  tiada tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar”.

  1. Pada rakaat pertama, sesudah membaca surat al-Fatihah imam disunnahkan membaca surat al-A’la. Sedangkan pada rakaat kedua sesudah membaca surat al-Fatihah, imam disunnahkan membaca surat al-Ghasyiyah.
  1. Sesudah shalat, khatib disunnahkan membaca dua khutbah. Pada khutbah pertama, sebelum memulai khutbahnya khatib disunnahkan membaca takbir sebanyak 9 kali, sedangkan pada khutbah kedua sebelum memulai khutbahnya khatib disunnahkan membaca takbir 7 kali.
  1. Sesudah selesai melaksanakan shalat, para jamaah disunnahkan mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh seorang khatib

Persiapan melaksanakan shalat Idul Adha:
Sebelum melaksanakan shalat Idul Adha, disunnahkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Mandi untuk melaksanakan shalat Idul Adha dengan niat: “Saya niat mandi untuk melaksanakan shalat Idul Adha semata-mata karena mengharap ridha Allah swt”.
  2. Memakai pakaian yang bagus
  3. Memakai wangi-wangian
  4. Tidak makan pagi sebelum melaksanakan shalat
  5. Untuk menambah syi’arnya hari raya, ketika pulang dari tempat shalat, supaya melewati jalan yang berbeda dengan jalan yang dilalui ketika berangkat.

4.    Menyembelih Hewan Qurban
Umat Islam yang mempunyai kemampuan untuk membeli dan menyembelih hewan qurban pada hari raya Idul Adha sampai tanggal 13 Dzulhijjah, disunnahkan untuk melaksanakannya.
Secara harfiah, Qurban berarti mendekatkan. Sedangkan menurut pengertian dalam syari’ah Islam, qurban berarti: mendekatkan diri kepada Allah swt dengan menyembelih hewan ternak serta membagi-bagikan dagingnya kepada fakir miskin, sejak sesudah selesai melaksanakan shalat Idul Adha hingga berakhirnya hari Tasyriq (mulai tanggal 10 s.d. 13 Dzulhijjah). Menurut Imam Syafi’i dan Maliki, hukum berkurban adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Sedang menurut Imam Hanafi, hukumnya wajib bagi orang yang memiliki kemampuan. Dasar hukumnya ialah:
  1. Firman Allah swt dalam surat al-kautsar ayat 1 – 3 yang artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat kepadamu yang sangat banyak. Oleh karena itu, kerjakanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihan qurban. Sesungguhnya orang yang membenci kamu itulah yang terputus dari rahmat Allah”.
  2. Hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud Tirmidzi dan lain-lain dari sahabat Tsaubah RA. bahwa setiap tahun Nabi Muhammad saw selalu menyembelih hewan qurban dan tidak pernah meninggalkannya.
  3. Rasulullah saw sangat mengecam orang-orang yang memiliki kemampuan finansial tapi tidak mau berqurban, sebagai orang yang pelit yang tidak layak mendekat dan melaksanakan shalat di masjid/mushalla. Sebagaimana dijelaskan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan imam Ahmad dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah.
  4. Rasulullah saw sangat menganjurkan umatnya untuk melaksanakan penyembelihan hewan qurban. Karena qurban yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan semata-mata mengharap ridha Allah swt akan menjadi tabir yang menyelamatkan pelakunya dari siksa api neraka, di samping mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Sebagaimana dijelaskan sebuah hadits yang diriwayatkan imam Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Aisyah ra:

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berqurban:
  1. Hewan yang sah untuk dijadikan qurban, adalah hewan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
    1. Kambing minimal telah berumur satu tahun, sapi/kerbau minimal dua tahun dan unta minimal telah berumur 5 tahun.
    2. Hewan tersebut harus sehat, tidak berpenyakit dan tidak cacat. Jika berpenyakit atau cacat seperti pincang, buta, pecah tanduknya atau terputus daun telinga, ekor dan lidahnya, maka tidak sah untuk dijadikan qurban
    3. Kambing cukup untuk berqurban satu orang, sedang sapi/kerbau dan unta cukup untuk berqurban 7 orang.
    4. Hewan yang telah disembelih untuk berqurban, daging atau organ tubuhnya tidak boleh dijual. Juga tidak boleh membayar orang yang menyembelihnya dengan kulit atau organ binatang tersebut.
    5. Daging qurban, dibagikan kepada fakir miskin dalam keadaan mentah
    6. Orang yang berqurban, disunnahkan mencicipi daging qurbannya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai batas maksimal yang boleh diambil oleh orang yang berqurban. Sebagian ulama mengatakan maksimal setengah (1/2), sedang mayoritas mengatakan sepertiga (1/3).
    7. Orang yang berqurban disunnahkan menyembelih sendiri hewan qurbannya. Akan tetapi jika tidak bisa, boleh diwakilkan kepada orang yang ahli, namun disunnahkan menghadiri penyembelihannya.
    8. Ketika menyembelih hewan qurban, disunnahkan memakai pisau yang tajam, menghadap qiblat serta membaca do’a sebagai berikut: “Ya Allah ya Tuhan kami, binatang ini berasal dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Oleh karena, terimalah do’a qurbanku ini, sebagaimana Engkau telah menerima qurban nabi Muhammad dan nabi Ibrahim kekasih-Mu”.
    9. Orang yang  berqurban, hendaknya menjaga keikhlasan dan ketakwaan. Karena yang diterima Allah, bukanlah daging dan darah binatang qurban, tapi ketakwaan dan keikhlasan orang yang berqurban. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat al-Hajj ayat 7 :

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكْنِ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging dan darah qurban tidaklah sekali-kali dapat mencapai (ridla Allah), tetapi ketakwaan dari kamu sekalian-lah yang akan dapat mencapainya”.
Meskipun demikian, satu hal yang perlu diingat bahwa ikhlas merupakan aspek normatif yang tidak datang begitu saja tetapi memerlukan latihan dan pembiasaan. Bagaimana mungkin kita bisa ikhlas kalau tidak pernah berqurban atau beribadah yang lain. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berqurban atau melaksanakan ibadah yang lain karena khawatir tidak ikhlas. Sehubungan dengan hal tersebut, Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din Juz III halaman 313 mengingatkan, bahwa salah satu tipu daya setan terhadap manusia adalah menghalangi mereka beribadah dengan menakut-nakuti dari pada tidak ikhlas. Setan selalu membisiki hati manusia, ” Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih baik sekalian tidak beribadah”.

Hikmah dan Manfaat Berqurban
Jika ibadah qurban dilaksanakan dengan penuh keihlasan dan semata-mata mengharap ridha Allah swt, maka pelakunya akan memperoleh hikmah dan manfaat yang besar sekali baik di sunia maupun di akherat. Di antaranya ialah:
1.  Meningkatkan keimanan
Seseorang yang berqurban dengan menyembelih hewan ternak diharapkan mau berfikir, “Mengapa hewan ternak seperti sapi, kerbau dan onta yang besar dan kuat melebihi kekuatan fisik manusia mau tunduk dan takluk kepada manusia? Mengapa hewan-hewan tersebut mau diperintah membajak, memikul barang-barang yang berat, diperah susunya serta disembelih dan dimakan dagingnya oleh manusia? Hal itu semata-mata karena ni’mat Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Oleh karena itu manusia harus beriman kepada Allah SWT dan bersyukur kepada-Nya. Sebagaimana telah diingatkan oleh Allah SWT dalam surat Yasin ayat 72 – 73 :
وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ. وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُط أَفَلاَ يَشْكُرُوْنَ.
 “Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”
 
2. Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ibadah qurban yang dilakukan semata-mata karena memenuhi perintah Allah SWT merupakan manifestasi dari ketaatan dan kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Setiap orang yang taat dan patuh kepada Allah SWT akan memperoleh predikat muqarribin (orang-orang yang dekat kepada Allah) dan muttaqin (orang-orang yang bertakwa) serta mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Di samping itu ibadah qurban merupakan realisasi dari ikrar yang kita ucapkan berulang-ulang setiap membaca do’a iftitah dalam shalat yang bersumber dari firman Allah dalam surat al-An’am ayat 162 :
إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
 “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

3. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela
Dengan melaksanakan ibadah qurban, maka seseorang telah berhasil memerangi dan mengalahkan hawa nafsunya yang selalu menghalang-hanginya untuk berbuat baik seperti bersedekah dan berqurban. Dengan demikian ia telah berhasil membersihkan diri dari sifat-sifat buruk yang besemayam dalam hatinya, seperti sifat bakhil atau pelit dan cinta yang berlebih-lebihan pada harta benda.

4.  Mempererat ukhuwah Islamiyah
Ibadah qurban dalam Islam, tidak sama dengan upacara persembahan (offerings) agama-agama di luar Islam. Islam tidak memerintahkan para pemeluknya membunuh hewan di altar pemujaan, atau di dalam hutan, atau di tepi sungai lalu menyerahkannya kepada Tuhan. Akan tetapi Islam memerintahkan agar daging qurban dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Dengan demikian para fakir miskin merasakan lezatnya daging hewan qurban di samping merasa diperhatikan oleh orang-orang yang mampu sehingga akan terjalin ukhwah Islamiyah yang kokoh di antara sesama umat Islam.
Kesediaan kita untuk menyembelih hewan qurban pada Hari Raya Idul Adha dan hari Taysriq hendaklah kita jadikan sebagai starting point dari kesadaran kita untuk mengorbankan tenaga, pikiran, harta dan bahkan jiwa demi kepentingan agama, nusa dan bangsa. Karena pada hakikatnya, berqurban tidak hanya terbatas pada penyembelihan hewan ternak pada Hari Raya Idul Adha dan hari tasyriq. Akan tetapi juga mengorbankan tenaga, pikiran, harta dan jiwa demi tercapainya ‘izzul Islam wal muslimin, persatuan dan kesatuan bangsa, serta keadilan yang berkemakmuran dan kemakmuran yang berkeadilan yang menjadi arah dan tujuan pembangunan bangsa Indonesia.
Salah satu contoh kongkrit dari ibadah qurban yang hakiki ialah kesediaan kita untuk membantu umat Islam dalam meningkatkan taraf  hidup dan kualitas pendidikan mereka, terutama para tetangga kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kita harus rela mengorbankan sebagian harta, kekayaan, tenaga dan pikiran kita untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan serta meningkatkan kualitas pendidikan mereka. Oleh karena itu sebagai bangsa Indonesia kita wajib mendukung dan mensukseskan program-program pemerintah terutama dalam mengentaskan saudara-saudara kita dari belenggu kemiskinan. Dengan membebaskan umat Islam Indonesia dari belenggu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, berarti kita telah membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan yang menghimpit bangsa Indonesia, karena umat Islam merupakan penduduk mayoritas negara Indonesia.
Sebagai pemeluk agama Islam kita tidak boleh bersikap apatis, individualis apalagi egois. Kita tidak boleh membiarkan putra putri umat Islam  drop out dari sekolah hanya karena tidak mampu membayar SPP, padahal mereka mempunyai otak yang cemerlang. Kita tidak boleh bersikap masa bodoh dan membiarkan saudara-saudara kita menukarkan iman dan agama Islam mereka dengan beras, supermie, pakaian dan uang. Jika kita membiarkan mereka menjadi murtad karena kemiskinan yang menghimpit mereka, maka yang berdosa tidak hanya mereka, tetapi juga kita umat Islam yang tidak memperdulikan nasib mereka. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits :
مَنْ لَمْ يَهْتَمَّ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa tidak memperhatikan keadaan umat Islam, maka ia tidak termasuk golongan mereka”
Wa

Sumber : http://islamic-center.or.id/2014/09/24/menyambut-hari-raya-idul-adha-idul-qurban/
Read more...

Menyambut Idul Adha 1437 H.

0 komentar

yambut Hari Raya Idul Adha Penuh Makna

Menyambut Hari Raya Idul Adha Penuh Makna

Ilustrasi - Shalat Idul Adha (klatenkita.com)
dakwatuna.com – Sebentar lagi Hari Raya Idul Adha akan tiba. Suara takbir dan tahmid pun akan terdengar merdu dan indah dari berbagai pelosok nusantara sampai belahan dunia sebagai pernyataan dan pengakuan terhadap keagungan Allah SWT. Takbir yang diucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti, tetapi merupakan pengakuan dari dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Paginya seluruh Umat Islam di penjuru dunia berbondong-bondong untuk melaksanakan dua rakaat shalat sunah, yaitu shalat Id. Yang kemudian akan dilanjutkan dengan acara silaturahim antar sanak-famili dan handai taulan.
Suasana yang dirasakan pada hari raya Idul Adha tentunya berbeda dengan perayaan hari raya Idul Fitri yang kita rayakan sebelumnya. Perbedaannya itu adalah karena Idul Adha memiliki nilai historis yang begitu mendalam. Idul Adha atau yang sering kita kenal dengan Idul Kurban, mengingatkan kepada kita bagaimana proses perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Allah Ibrahim as. Dimana nabi Ibrahim mendapatkan wahyu untuk menyembelih putranya sendiri, yang bernama Ismail as, putra yang ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun. Di sinilah nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati yang dicintainya, sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena ketakwaan dan kecintaan nya kepada sang Kholiq melebihi segalanya, maka perintah tersebut beliau laksanakan juga, walau pada akhirnya nabi Ismail as digantikan dengan seekor hewan kurban.
Dari sini kita mendapatkan pelajaran yang sangat bermakna bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan di dalam kehidupan dunia dan di akhirat nanti kita harus rela berkorban. Makna berkorban adalah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaan kepada orang lain, meskipun harus menderita. Orang lain itu bisa anak, orang tua,keluarga, saudara sebangsa dan setanah air. Ada pula pengorbanan yang ditunjukkan kepada agama yang berarti untuk Allah SWT dan inilah pengorbanan yang tinggi nilainya sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Nabiyulloh Ibrahim as sehingga beliau mendapatkan predikat Kholilulloh (kekasih Allah SWT), karena telah mampu mengorbankan sesuatu yang dicintainya yang berupa anak , demi mencapai kecintaan kepada Allah SWT. Ini sesuai dengan firman Allah SWT :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran : 92).
Peristiwa di atas adalah menjadi titik awal dianjurkannya perintah untuk berkurban bagi umat Islam, terutama bagi orang yang mampu. Maka dengan adanya perintah berkurban tersebut, kita sebagai umat muslim dituntut untuk tidak hanya melaksanakan ritual keagamaan semata, atau tidak hanya sekedar melaksanakan perintah Tuhan, akan tetapi kita juga diberi kesempatan untuk memanifestasikan rasa solidaritas kita kepada sesama. Dengan cara membagi-bagikan daging kurban kepada fakir miskin dan kaum dhuafa di sekitar tempat tinggal kita. Artinya daging kurban tersebut tidak hanya dinikmati oleh saudara atau orang terdekatnya saja. tetapi benar-benar dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan. Orang yang sehari-harinya makan daging adalah makanan yang langka bagi mereka.
Idul Adha yang menjadi momentum sejarah telah mengajak umat Islam kepada pola kehidupan sosial yang agamis dengan membangun kekuatan spritualitas diri yang tinggi yang terbentuk dalam bentuk pengabdian yang tulus akan perintah-perintah Allah swt, demi kemaslahatan dan kebersamaan di antara umat Islam.
Di sisi lain sejarah Hari Raya Kurban juga mengingatkan kepada kita Bahwa kehidupan ini tidak kekal, dan banyak hal yang terjadi secara tiba-tiba di luar perkiraan kita. Kadang, kita dapatkan dalam kehidupan dunia ini hal-hal yang kita cintai justru malah cepat pergi dari kita, sebaliknya hal-hal yang kita benci malah datang terus kepada kita. Maka Allah menyebut kesenangan dunia ini dengan kesenangan yang menipu ( mata’u al ghurur ), karena akan sirna bahkan berubah menjadi malapetaka, jika cara mengolahnya tidak sesuai tuntunan Allah swt. Allah swt berfirman :
Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al Hadid: 20)
Tetapi perlu diingat juga bahwa tidak setiap perkara yang kita benci pasti membawa mudharat bagi kehidupan kita. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, musibah yang kita anggap akan mendatangkan malapetaka, ternyata malah membawa kita kepada kesuksesan besar di dalam hidup ini. Kita lihat umpamanya, yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika diperintahkan Allah swt untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di tengah padang pasir, yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air. Sebagai manusia, tentunya nabi Ibrahim tidak ingin mengerjakan hal tersebut kalau bukan karena perintah Allah swt. Sesuatu yang tidak dikehendaki nabi Ibrahim tersebut, ternyata telah menjelma menjadi sebuah ibadah haji yang di kemudian hari akan diikuti berjuta –juta manusia, dan dari peristiwa itu juga, keluarlah air zamzam yang dapat menghidupi jutaan orang dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Begitu juga, ketika nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail, yang sangat dicintainya. Setiap orang yang masih mempunyai hati nurani yang sehat, tentu sangat tidak senang jika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Tapi apa akibatnya ? Ketika kedua-duanya pasrah, Allah membatalkan perintah tersebut dan menggantikannya dengan kambing. Dari peristiwa ini, akhirnya umat Islam diperintahkan untuk berkurban setiap datang hari raya Idul Adha. Memang, kadang sesuatu yang kita benci, justru adalah kebaikan bagi kita sendiri. Allah berfirman :
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al Baqarah : 216)
Oleh karenanya, di dalam menghadapi ujian kehidupan dunia ini, kita haru sabar dan tawakal, serta menyerahkan diri kepada Allah swt, sebagaimana yang dicontohkan nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri.
Selamat menyambut Hari Raya Idul Adha Penuh Makna 1437 H.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/11/07/16266/menyambut-hari-raya-idul-adha-penuh-makna/#ixzz4JiQUByXS 
Read more...