Kamis, 08 September 2016

Menyambut Idul Adha 1437 H.

0 komentar

MENYAMBUT HARI RAYA IDUL ADHA (IDUL QURBAN)

JIC–Setiap tahun umat Islam di seluruh dunia merayakan dua Hari Raya Islam, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Hari Raya Idul Fitri dirayakan umat Islam pada setiap tanggal 1 Syawwal sesudah mereka melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, sedangkan Hari Raya Idul Adha dirayakan umat Islam setiap tanggal 10 Dzulhijjah sesudah para jamaah haji wukuf di Padang Arafah dan melaksanakan rangkaian prosesi ibadah hajinya. Hari Raya Idul Adha disebut juga dengan Hari Raya Qurban atau Yaum al-Nahr, karena pada hari itu dan tiga hari sesudahnya –tanggal 11 s.d. 13 Dzulhijjah (hari Tasyriq)— umat Islam disunnahkan menyembelih hewan qurban untuk dibagi-bagikan kepada kaum fakir miskin. Di samping itu juga dinamakan Hari Raya (lebaran) Haji, karena pada waktu itu umat Islam dari seluruh penjuru dunia melaksanakan prosesi ibadah haji.
Untuk menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha, umat Islam disunnahkan melakukan hal-hal sebagai berikut
1.    Puasa Arafah
Puasa ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, ketika jamaah haji sedang berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan Wukuf yang merupakan rukun haji yang paling inti. Bagi kaum muslimin yang sedang melaksanakan ibadah haji, tidak disunnahkan puasa ini, karena mereka mempunyai kewajiban untuk wuquf di Padang Arafah dan kewajiban-kewajiban lain yang memerlukan energi. Oleh karena itu, puasa Arafah hanya disunnahkan bagi kaum muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Adapun tatacara pelaksanaan puasa Arafah adalah sama dengan puasa Ramadhan. Yakni didahului dengan niat dan menghindarkan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar (menjelang waktu subuh) hingga terbenamnya matahari. Niat puasa Arafah adalah: “Saya niat menjalankan ibadah puasa pada hari Arafah semata-mata karena mengharap ridha Allah swt”.
Puasa Arafah sangat besar pahalanya, karena dapat menghapus dosa-dosa selama setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Sebagaimana dijelaskan oleh hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan imam Muslim dari Abi Qatadah:
2.    Memperbanyak mengumandangkan Takbir
Sejak malam hari raya Idul Adha hingga sore hari tanggal 13 Dzulhijjah, seluruh umat Islam disunnahkan mensyiarkan agamanya dengan memperbanyak mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid sebagai berikut:
أَللهُ أَكْبَرْ – أَللهُ أَكْبَرْ – أَللهُ أَكْبَرْ – اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً, لاَ اِلَهَ اِلاَّاللهُ وَلاَ نَعْبُدُ اِلاًَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ, لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ , لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ, اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلًَّهِ الْحَمْدُ.
 “Allah Maha Besar 3x tiada Tuhan selain Allah Dzat Yang Maha Besar dan segala puji bagi-Nya. Allah Maha Besar segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan sore. Tiada Tuhan selain Yang Maha Esa, yang benar janji-Nya dalam menolong hamba-Nya, memenangkan pasukan perang-Nya serta mengalahkan musuh-musuh-Nya. Tiada Tuhan selain Allah Dzat satu-satunya yang kami sembah meskipun orang-orang kafir membenci. Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Besar Yang Memiliki segala puji”.
 3.    Melaksanakan shalat Idul Adha
Seluruh umat Islam, pria dan wanita, baik yang sedang dalam perjalanan (musafir) maupun berada di rumah (muqim), sangat disunnahkan (sunnah mu’akkadah) melaksanakan shalat Idul Adha. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Ummi Athiyyah :
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ
 “Ummu ‘Athiyah berkata: Kami diperintahkan Rasulullah SAW untuk mengerahkan mereka (putri-putri remaja, dewasa dan yang sedang haidl) keluar ke tempat pelaksanaan Shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun wanita yang sedang haidl maka mereka menjauhi tempat shalat, menyaksikan kebaikan dan dakwah kepada ummat Islam  (HR. Bukhori – Muslim).
Shalat ‘Idul Adha adalah shalat sunnat dua rakaat yang dikerjakan pada pagi hari tanggal 10 Dzul Hijjah sebagai tanda syukur atas pelaksanaan ibadah haji oleh para jama’ah haji yang telah melaksanakan serangkaian prosesi ibadah haji sebagai rukun Islam kelima.

Adapun tata cara shalat ‘Idul Adha adalah sama dengan tata cara shalat yang lain, hanya saja mempunyai beberapa kekhususan sebagai berikut :
  1. Shalat Idul Adha dilaksanakan pada pagi hari sesudah terbtnya mataharfi hingga sebelum tiba waktu dhuhur.
  1. Shalat Idul Adha dilaksanakan sebelum imam (khatib) menyampaikan khutbah.
Sebelum shalat, tidak didahului dengan adzan dan iqamat, tetapi bilal mengumandangkan kalimat :

صَلُّوْا سُنَّةً لِعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ جَمَاعَةً رَحِمَكُمُ اللهُ
“Kerjakanlah shalat ‘idul adha dua rakaat dengan berjamaah. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian”.

Atau kalimat :
اَلصَّلاَةَ جَامِعَةً
“Kejakanlah shalat dengan berjama’ah”

d. Niat Shalat ‘Idul Adha adalah sebagai berikut :
أُصَلِّيْ  سُنَّةً لِعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا (إِمَامًا)  لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat melaksanakan shalat sunnah ‘idul adha dua rakaat menjadi makmum (imam) semata-mata karena Allah Ta’ala”
Sebagian Ulama' mengatakan niat itu adalah pekerjaan hati, jadi niatnya cukup dalam hati tidak usah diucapkan dengan kata-kata


e. Pada rakaat pertama, sesudah takbiratul ihram dan membaca do’a iftitah,disunnahkan takbir lagi  sebanyak 7 kali. Sedangkan pada rakaat kedua sesudahtakbiratul qiyam, disunnahkan takbir lagi sebanyak 5 kali. Di antara takbir-takbir tersebut disunnahkan membaca :

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ولاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ واَللهُ أَكْبَرُ
“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah,  tiada tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar”.

  1. Pada rakaat pertama, sesudah membaca surat al-Fatihah imam disunnahkan membaca surat al-A’la. Sedangkan pada rakaat kedua sesudah membaca surat al-Fatihah, imam disunnahkan membaca surat al-Ghasyiyah.
  1. Sesudah shalat, khatib disunnahkan membaca dua khutbah. Pada khutbah pertama, sebelum memulai khutbahnya khatib disunnahkan membaca takbir sebanyak 9 kali, sedangkan pada khutbah kedua sebelum memulai khutbahnya khatib disunnahkan membaca takbir 7 kali.
  1. Sesudah selesai melaksanakan shalat, para jamaah disunnahkan mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh seorang khatib

Persiapan melaksanakan shalat Idul Adha:
Sebelum melaksanakan shalat Idul Adha, disunnahkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Mandi untuk melaksanakan shalat Idul Adha dengan niat: “Saya niat mandi untuk melaksanakan shalat Idul Adha semata-mata karena mengharap ridha Allah swt”.
  2. Memakai pakaian yang bagus
  3. Memakai wangi-wangian
  4. Tidak makan pagi sebelum melaksanakan shalat
  5. Untuk menambah syi’arnya hari raya, ketika pulang dari tempat shalat, supaya melewati jalan yang berbeda dengan jalan yang dilalui ketika berangkat.

4.    Menyembelih Hewan Qurban
Umat Islam yang mempunyai kemampuan untuk membeli dan menyembelih hewan qurban pada hari raya Idul Adha sampai tanggal 13 Dzulhijjah, disunnahkan untuk melaksanakannya.
Secara harfiah, Qurban berarti mendekatkan. Sedangkan menurut pengertian dalam syari’ah Islam, qurban berarti: mendekatkan diri kepada Allah swt dengan menyembelih hewan ternak serta membagi-bagikan dagingnya kepada fakir miskin, sejak sesudah selesai melaksanakan shalat Idul Adha hingga berakhirnya hari Tasyriq (mulai tanggal 10 s.d. 13 Dzulhijjah). Menurut Imam Syafi’i dan Maliki, hukum berkurban adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Sedang menurut Imam Hanafi, hukumnya wajib bagi orang yang memiliki kemampuan. Dasar hukumnya ialah:
  1. Firman Allah swt dalam surat al-kautsar ayat 1 – 3 yang artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat kepadamu yang sangat banyak. Oleh karena itu, kerjakanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihan qurban. Sesungguhnya orang yang membenci kamu itulah yang terputus dari rahmat Allah”.
  2. Hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud Tirmidzi dan lain-lain dari sahabat Tsaubah RA. bahwa setiap tahun Nabi Muhammad saw selalu menyembelih hewan qurban dan tidak pernah meninggalkannya.
  3. Rasulullah saw sangat mengecam orang-orang yang memiliki kemampuan finansial tapi tidak mau berqurban, sebagai orang yang pelit yang tidak layak mendekat dan melaksanakan shalat di masjid/mushalla. Sebagaimana dijelaskan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan imam Ahmad dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah.
  4. Rasulullah saw sangat menganjurkan umatnya untuk melaksanakan penyembelihan hewan qurban. Karena qurban yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan semata-mata mengharap ridha Allah swt akan menjadi tabir yang menyelamatkan pelakunya dari siksa api neraka, di samping mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Sebagaimana dijelaskan sebuah hadits yang diriwayatkan imam Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Aisyah ra:

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berqurban:
  1. Hewan yang sah untuk dijadikan qurban, adalah hewan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
    1. Kambing minimal telah berumur satu tahun, sapi/kerbau minimal dua tahun dan unta minimal telah berumur 5 tahun.
    2. Hewan tersebut harus sehat, tidak berpenyakit dan tidak cacat. Jika berpenyakit atau cacat seperti pincang, buta, pecah tanduknya atau terputus daun telinga, ekor dan lidahnya, maka tidak sah untuk dijadikan qurban
    3. Kambing cukup untuk berqurban satu orang, sedang sapi/kerbau dan unta cukup untuk berqurban 7 orang.
    4. Hewan yang telah disembelih untuk berqurban, daging atau organ tubuhnya tidak boleh dijual. Juga tidak boleh membayar orang yang menyembelihnya dengan kulit atau organ binatang tersebut.
    5. Daging qurban, dibagikan kepada fakir miskin dalam keadaan mentah
    6. Orang yang berqurban, disunnahkan mencicipi daging qurbannya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai batas maksimal yang boleh diambil oleh orang yang berqurban. Sebagian ulama mengatakan maksimal setengah (1/2), sedang mayoritas mengatakan sepertiga (1/3).
    7. Orang yang berqurban disunnahkan menyembelih sendiri hewan qurbannya. Akan tetapi jika tidak bisa, boleh diwakilkan kepada orang yang ahli, namun disunnahkan menghadiri penyembelihannya.
    8. Ketika menyembelih hewan qurban, disunnahkan memakai pisau yang tajam, menghadap qiblat serta membaca do’a sebagai berikut: “Ya Allah ya Tuhan kami, binatang ini berasal dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Oleh karena, terimalah do’a qurbanku ini, sebagaimana Engkau telah menerima qurban nabi Muhammad dan nabi Ibrahim kekasih-Mu”.
    9. Orang yang  berqurban, hendaknya menjaga keikhlasan dan ketakwaan. Karena yang diterima Allah, bukanlah daging dan darah binatang qurban, tapi ketakwaan dan keikhlasan orang yang berqurban. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat al-Hajj ayat 7 :

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكْنِ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging dan darah qurban tidaklah sekali-kali dapat mencapai (ridla Allah), tetapi ketakwaan dari kamu sekalian-lah yang akan dapat mencapainya”.
Meskipun demikian, satu hal yang perlu diingat bahwa ikhlas merupakan aspek normatif yang tidak datang begitu saja tetapi memerlukan latihan dan pembiasaan. Bagaimana mungkin kita bisa ikhlas kalau tidak pernah berqurban atau beribadah yang lain. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berqurban atau melaksanakan ibadah yang lain karena khawatir tidak ikhlas. Sehubungan dengan hal tersebut, Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din Juz III halaman 313 mengingatkan, bahwa salah satu tipu daya setan terhadap manusia adalah menghalangi mereka beribadah dengan menakut-nakuti dari pada tidak ikhlas. Setan selalu membisiki hati manusia, ” Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih baik sekalian tidak beribadah”.

Hikmah dan Manfaat Berqurban
Jika ibadah qurban dilaksanakan dengan penuh keihlasan dan semata-mata mengharap ridha Allah swt, maka pelakunya akan memperoleh hikmah dan manfaat yang besar sekali baik di sunia maupun di akherat. Di antaranya ialah:
1.  Meningkatkan keimanan
Seseorang yang berqurban dengan menyembelih hewan ternak diharapkan mau berfikir, “Mengapa hewan ternak seperti sapi, kerbau dan onta yang besar dan kuat melebihi kekuatan fisik manusia mau tunduk dan takluk kepada manusia? Mengapa hewan-hewan tersebut mau diperintah membajak, memikul barang-barang yang berat, diperah susunya serta disembelih dan dimakan dagingnya oleh manusia? Hal itu semata-mata karena ni’mat Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Oleh karena itu manusia harus beriman kepada Allah SWT dan bersyukur kepada-Nya. Sebagaimana telah diingatkan oleh Allah SWT dalam surat Yasin ayat 72 – 73 :
وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ. وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُط أَفَلاَ يَشْكُرُوْنَ.
 “Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”
 
2. Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ibadah qurban yang dilakukan semata-mata karena memenuhi perintah Allah SWT merupakan manifestasi dari ketaatan dan kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Setiap orang yang taat dan patuh kepada Allah SWT akan memperoleh predikat muqarribin (orang-orang yang dekat kepada Allah) dan muttaqin (orang-orang yang bertakwa) serta mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Di samping itu ibadah qurban merupakan realisasi dari ikrar yang kita ucapkan berulang-ulang setiap membaca do’a iftitah dalam shalat yang bersumber dari firman Allah dalam surat al-An’am ayat 162 :
إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
 “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

3. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela
Dengan melaksanakan ibadah qurban, maka seseorang telah berhasil memerangi dan mengalahkan hawa nafsunya yang selalu menghalang-hanginya untuk berbuat baik seperti bersedekah dan berqurban. Dengan demikian ia telah berhasil membersihkan diri dari sifat-sifat buruk yang besemayam dalam hatinya, seperti sifat bakhil atau pelit dan cinta yang berlebih-lebihan pada harta benda.

4.  Mempererat ukhuwah Islamiyah
Ibadah qurban dalam Islam, tidak sama dengan upacara persembahan (offerings) agama-agama di luar Islam. Islam tidak memerintahkan para pemeluknya membunuh hewan di altar pemujaan, atau di dalam hutan, atau di tepi sungai lalu menyerahkannya kepada Tuhan. Akan tetapi Islam memerintahkan agar daging qurban dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Dengan demikian para fakir miskin merasakan lezatnya daging hewan qurban di samping merasa diperhatikan oleh orang-orang yang mampu sehingga akan terjalin ukhwah Islamiyah yang kokoh di antara sesama umat Islam.
Kesediaan kita untuk menyembelih hewan qurban pada Hari Raya Idul Adha dan hari Taysriq hendaklah kita jadikan sebagai starting point dari kesadaran kita untuk mengorbankan tenaga, pikiran, harta dan bahkan jiwa demi kepentingan agama, nusa dan bangsa. Karena pada hakikatnya, berqurban tidak hanya terbatas pada penyembelihan hewan ternak pada Hari Raya Idul Adha dan hari tasyriq. Akan tetapi juga mengorbankan tenaga, pikiran, harta dan jiwa demi tercapainya ‘izzul Islam wal muslimin, persatuan dan kesatuan bangsa, serta keadilan yang berkemakmuran dan kemakmuran yang berkeadilan yang menjadi arah dan tujuan pembangunan bangsa Indonesia.
Salah satu contoh kongkrit dari ibadah qurban yang hakiki ialah kesediaan kita untuk membantu umat Islam dalam meningkatkan taraf  hidup dan kualitas pendidikan mereka, terutama para tetangga kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kita harus rela mengorbankan sebagian harta, kekayaan, tenaga dan pikiran kita untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan serta meningkatkan kualitas pendidikan mereka. Oleh karena itu sebagai bangsa Indonesia kita wajib mendukung dan mensukseskan program-program pemerintah terutama dalam mengentaskan saudara-saudara kita dari belenggu kemiskinan. Dengan membebaskan umat Islam Indonesia dari belenggu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, berarti kita telah membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan yang menghimpit bangsa Indonesia, karena umat Islam merupakan penduduk mayoritas negara Indonesia.
Sebagai pemeluk agama Islam kita tidak boleh bersikap apatis, individualis apalagi egois. Kita tidak boleh membiarkan putra putri umat Islam  drop out dari sekolah hanya karena tidak mampu membayar SPP, padahal mereka mempunyai otak yang cemerlang. Kita tidak boleh bersikap masa bodoh dan membiarkan saudara-saudara kita menukarkan iman dan agama Islam mereka dengan beras, supermie, pakaian dan uang. Jika kita membiarkan mereka menjadi murtad karena kemiskinan yang menghimpit mereka, maka yang berdosa tidak hanya mereka, tetapi juga kita umat Islam yang tidak memperdulikan nasib mereka. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits :
مَنْ لَمْ يَهْتَمَّ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa tidak memperhatikan keadaan umat Islam, maka ia tidak termasuk golongan mereka”
Wa

Sumber : http://islamic-center.or.id/2014/09/24/menyambut-hari-raya-idul-adha-idul-qurban/

0 komentar:

Posting Komentar