Oleh : Muhammad
Makmun, M.HI
(Dosen Fakultas
Agama Islam Unipdu Jombang)
Ketika mendengar kata Idul Fitri,
tentu dalam benak setiap orang yang ada adalah kebahagiaan dan kemenangan.
Dimana pada hari itu, semua manusia merasa gembira dan senang karena telah
melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.
Dalam Idul Fitri juga ditandai dengan
adanya ”mudik (pulang kampung)” yang notabene hanya ada di Indonesia. Selain
itu, hari raya Idul Fitri juga kerap ditandai dengan hampir 90% mereka memakai
sesuatu yang baru, mulai dari pakaian baru, sepatu baru, sepeda baru, mobil
baru, atau bahkan istri baru (bagi yang baru menikah). Maklum saja karena
perputaran uang terbesar ada pada saat Lebaran. Kalau sudah demikian, bagaimana
sebenarnya makna dari Idul Fitri itu sendiri. Apakah Idul Fitri cukup ditandai
dengan sesuatu yang baru, atau dengan mudik untuk bersilaturrahim kepada sanak
saudara dan kerabat?.
Idul Fitri (kembali ke fitrah), ya
suatu hari raya yang dirayakan setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa
Ramadhan satu bulan penuh. Dinamakan Idul Fitri karena manusia pada hari itu
laksana seorang bayi yang baru keluar dari dalam kandungan yang tidak mempunyai
dosa dan salah.
Idul Fitri juga diartikan dengan
kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya,
diharapkan kita semua kembali pada fitrah. Di mana pada awal kejadian, semua
manusia dalam keadaan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Dalam
istilah sekarang ini dikenal dengan ”Perjanjian Primordial” sebuah perjanjian
antara manusia dengan Allah yang berisi pengakuan ke Tuhan an, sebagaimana yang
terekam dalam surah al-A’raf (7) ayat 172 :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي
ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
(Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
Seiring dengan perkembangan itu
sendiri, banyak di antara manusia dalam perjalanan hidupnya yang melupakan
Allah serta telah melakukan dosa dan salah kepada Allah dan kepada sesama
manusia. Untuk itu, memahami kembali makna Idul Fitri (kembali ke fitrah)
dengan membangun kembali pengabdian hanya kepada Allah adalah sebuah keharusan
sehingga kita semua dapat menjadi hamba-hamba muttaqin dan hamba yang tidak
mempunyai dosa. Dosa kepada Allah terhapus dengan jalan bertaubat dan dosa
kepada sesama manusia dapat terhapus dengan silaturrahim.
Cara Menghapus Dosa Kepada Allah Adalah dengan Taubat
Dosa merupakan catatan keburukan di
sisi Allah yang telah dilakukan oleh setiap manusia karena mereka tidak
menjalankan perintah atau karena mereka melanggar larangan Allah dan RasulNya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan khusus
yang dikhususkan Allah untuk Umat Islam. Di bulan ini terdapat maghfirah,
rahmah dan itqun minan nar. Selain itu, bulan Ramadhan juga menjadi sarana umat
manusia untuk memohon dan meminta pengampunan dari Allah dengan jalan
melaksanakan ibadah puasa dan shalat tarawih. Sebagaimana hadis Rasul:
أخرج البخاري: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ قَالَ
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
(Dari Muhammad bin Salam dari
Muhammad bin Faudhail dari Yahya bin Sa’id dari Abi Salamah dari Abi Hurairah
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang berpuasa pada bulan
ramadhan dengan kepercayaan bahwa perintah puasa itu dari Allah dan hanya
mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosanya).
Begitu juga Allah menyediakan Qiyam
Ramadhan (Tarawih) sebagai sarana penghapusan dosa apabila dilakukan karena
Allah dan hanya mengharap pahala dari Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam hadis
shahih pada kitab Sunan Abi Dawud
أخرج ابي داود : حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُتَوَكِّلِ قَالاَ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ وَمَالِكُ بْنُ
أَنَسٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ
رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ ثُمَّ يَقُولُ مَنْ قَامَ
رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى
ذَلِكَ ثُمَّ كَانَ اْلأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلاَفَةِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ وَصَدْرًا مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
(Dari al-Hasan bin Ali dan Muhammad
bin al-Mutawakkil keduanya dari Abd al-Razaq dari al-Ma’mar dari al-Hasan dan
Malik bin Anas dari al-Zuhri dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa
Rasulullah SAW senang melaksanakan Qiyam Ramadhan (Tarawih) meskipun tidak
mewajibkannya. Kemudian bersabda :”Barangsiapa melaksanakan Qiyam ramadhan
(tarawih) karena Allah dan mencari pahala dari Allah akan diampuni dosanya yang
telah lalu. Kemudian Rasulullah wafat, sedang masalah Qiyam Ramadhan tetap
seperti sediakala pada pemerintahan Abu Bakar dan pada awal pemerintahan Umar
bin Khattab).
Dengan rajin dan tekun melaksanakan
puasa dan shalat tarawih dengan tulus mencari ridho dan pahala dari Allah,
niscaya dosa dan kesalahan kita kepada Allah telah terampuni kecuali dosa
syirik sehingga kita menjadi hamba yang bersih dari dosa. Setelah dosa kita
diampuni Allah, maka tahapan selanjutnya adalah membersihkan dosa kita kepada
sesama manusia.
Idul Fitri atau kembali ke fitrah
akan sempurna tatkala terhapusnya dosa kita kepada Allah diikuti dengan
terhapusnya dosa kita kepada sesama manusia. Terhapusnya dosa kepada sesama
manusia dengan jalan kita memohon maaf dan memaafkan orang lain.
Nah, dengan momentum Idul Fitri ini
kita mari jadikan sebagai sarana meminta maaf dan memaafkan orang lain dengan
bersilaturrahim (menyambung kasih sayang) baik kepada suami atau istri, kedua
orang tua, anak, keluarga, sanak kerabat, tetangga serta teman dan relasi kita
ketika ada kebencian terhadap mereka. Sebab kasih sayang merupakan lawan dari
kebencian. Sehingga orang yang dalam dirinya ada kebencian pada suami atau
istri, orang tua, anak, keluarga, sanak kerabat, tetangga, teman dan relasi
disebut dengan pemutus kasih sayang (Qathiul Rahim). Orang yang memutuskan
kasih sayang (Qathiul Rahim) dalam hadis shahih dijelaskan bahwa mereka ini tidak
akan masuk surga. Sebagaimana sabda Rasul:
أخرج البخاري: حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ
مُحَمَّدَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ إِنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ
أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
(Dari Yahya bin Bukair dari al-Lais
dari Uqail dari Ibn Syihab bahwa Muhammad bin Jubair bin Muth’im berkata bahwa
ia mendengar Nabi SAW bersabda : pemutus kasih sayang tidak akan masuk surga).
Di hadis lain juga dijelaskan:
أخرج أحمد: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ
مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنِي الْخَزْرَجُ يَعْنِي ابْنَ عُثْمَانَ السَّعْدِيَّ
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ يَعْنِي مَوْلَى عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ
أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلاَ
يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ
(Dari Yunus bin Muhammad dari
al-Khazraj (Ibn Usman al-Sa’diy dari Abi Ayub (Maula Usman) dari Abi Hurairah
berkata : aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sungguh perbuatan Bani Adam
(manusia) dilaporkan setiap kamis malam jum’at, maka tidak akan diterima
perbuatan (baik) orang yang memutuskan kasih sayang).
Di samping kita meminta maaf dan
memberi maaf, kita juga harus dan wajib sebisa mungkin menjadi pribadi pemaaf.
Memberi maaf berbeda dengan pemaaf. Kalau memberi maaf itu terjadi ketika ada
orang yang meminta maaf, sedang pemaaf adalah orang yang memberi maaf atas
kesalahan orang lain sebelum orang tersebut meminta maaf kepadanya. Hal ini
dengan tegas ada dalam surah Ali-Imran (3) ayat 134 :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ
(Penghuni surga adalah) orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dengan demikian, mari kita jadikan
Idul Fitri tahun ini berbeda dengan Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya karena
kita telah memahami akan makna Idul Fitri. Dengan kita maksimalkan
bersilaturahim untuk meminta maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf.
Jangan biarkan kedengkian dan kebencian merasuk kembali ke jiwa kita yang telah
fitri (suci).
Dengan momentum ini pula, saya
Muhammad Makmun sebagai mahluk yang banyak dan penuh dengan kesalahan dan dosa,
baik yang saya sengaja atau tidak, dengan tulus saya memohon maaf lahir batin
atas semua kesalahan dan dosa saya kepada anda semua. Begitu juga sebaliknya,
jika ada kesalahan dan dosa anda semua kepada saya, dengan lapang dada saya
memaafkan anda. Dengan harapan, semoga kita semua menjadi manusia bersih
sebagaimana bayi yang baru dilahirkan dari kandungan yang tak punya salah dan
dosa.
من العائدين والفائزين, كل عام
وأنتم بخير
0 komentar:
Posting Komentar